panduan sehari-hari kaum introver dan mager
Puisi dan Cerpen

10 Puisi Pilihan Panduan Sehari-hari Kaum Introver dan Mager

Puisi Pilihan dari Panduan Sehari-hari Kaum Introver dan Mager karya Lucia Priandarini. Di antara beberapa buku puisi karya anak bangsa yang pernah saya baca, buku satu ini paling menarik hati saya.

Ada sekitar 100 puisi di dalamnya yang mencerminkan potret kehidupan yang relevan dengan jaman sekarang, termasuk Indonesia di masa pandemi Corona.

Puisi-puisinya sederhana namun cerdas menyentil kita yang terkadang “lupa”. Simak beberapa puisi pilihannya di bawah ini.

panduan sehari-hari kaum introver dan mager

Panduan Sehari-hari Kaum Introver dan Mager

Judul Buku : Panduan (“Jarak Sosial” di Tempat Kerja) Sehari-hari Kaum Introver dan Mager – Kumpulan Puisi

Penulis : Lucia Priandarini

Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama

Cetakan Pertama : Januari 2021

Tebal : 107 halaman

Daftar Isi

10 Puisi Pilihan Panduan Sehari-hari Kaum Introver dan Mager | Puisi dan Cerpen | panduan sehari-hari kaum introver dan mager | RenovRainbow
10 Puisi Pilihan Panduan Sehari-hari Kaum Introver dan Mager | Puisi dan Cerpen | panduan sehari-hari kaum introver dan mager | RenovRainbow
10 Puisi Pilihan Panduan Sehari-hari Kaum Introver dan Mager | Puisi dan Cerpen | panduan sehari-hari kaum introver dan mager | RenovRainbow
10 Puisi Pilihan Panduan Sehari-hari Kaum Introver dan Mager | Puisi dan Cerpen | panduan sehari-hari kaum introver dan mager | RenovRainbow

10. Ada Pasar di Kepalanya

Ada Pasar di Kepalanya

Poem by Lucia Priandarini

 

 

Di kepalanya selalu ada pasar-pasar

Meriah, meski yang datang itu-itu saja.

 

Di pasar pagi

ia sarapan di warung nasi rames bumbu cemas,

makan siang ayam geprek sepedas hujatan ibunya.

 

Di pasar malam

ada lapak tukar tambah janji palsu

jasa sepuh kesendirian,

kedai mimpi yang biar tetap jadi mimpi,

tukang pangkas harapan,

daur ulang masa lalu,

renovasi kepercayaan diri semu,

tukang tambal cinta yang tak terbalas.

 

Di kepalanya selalu ada pasar

Di sana ia terus membeli semuanya,

diskon bergantian, obral seribu tiga.

 

Ia terus membeli dan tidak juga merasa cukup.

 

Yang menarik dari puisi Ada Pasar di Kepalanya

Jutaan pikiran hinggap menyinggahi otak kita setiap harinya. Pernahkah kita mengingat apakah yang kita pikirkan selalu berpola sama? Pola yang kita dapatkan dari kebiasaan yang kita bangun setiap harinya.

Kecemasan yang ditulis di dalam puisi mungkin saja akibat kurangnya persiapan di malam harinya. Hey, coba saja kita lihat apa yang dikerjakan di malam hari?

Di malam hari, pikirannya disibukan dengan mengumbar gombal dan berharap kekosongan hatinya bisa terisi oleh itu. Si pikiran sibuk mengerjakan sesuatu yang tidak nyata, ketimbang mewujudkan impiannya. Sibuk memberi makan ego, daripada mencoba memilih pikirannya.

Sibuk melakukan hal yang sama namun kurang bermanfaat, seperti misal berbelanja di market place dengan tujuan kamu bisa menjadi apa yang kamu bayangkan (namun pada kenyataannya enggak gitu) – dengan kata lain mengisi “kekosongan” dalam dirimu.

Itulah ego, semakin dia diberi makan, semakin dia lapar.

Seandainya dia bisa menerapkan Positive Mental Attitude, mungkin tidak selalu melulu hal negatif yang sama yang muncul di kepalanya.

9. All You Need is Love

All You Need is Love

Poem by Lucia Priandarini

 

 

John Lennon benar,

all you need is love,

kini pada unggahan Instagram.

 

Kau ingin meminjam kecerdasan Maudy Ayunda

Ketenaran Zara yang sudah bukan JKT48

Kecantikan sepanjang masa Sophia Latjuba.

 

Kamera mahal dan aplikasi mengedit foto,

pembuat video dan jasa perangkai caption,

layanan tambah pengikut dan auto likes

Jangan lupa centang biru akun Instagram, legitimasi ketenaran.

 

Dua kali lagi kau melihat siapa saja sudah melihat story-mu

(semua sudah kecuali dia)

Pada menit ke-50 unggahan hari ini, orang ke-551 memberikan like

Lima puluhan orang baru mengikutimu tiap hari

Namun pada unggahan ke-1553 dan pengikut ke-100.000

kau belum juga merasa cukup.

 

All you need is love

 

Yang menarik dari puisi All You Need is Love

Dalam puisi ini, penyair masih berbicara tentang ego sama seperti puisi Ada Pasar di Kepalanya.

Kebahagiaan sesaat yang kita dapatkan dari media sosial dapat berdampak buruk pada kesehatan mental. Kebahagiaan kita menjadi bergantung pada likes, views, followers dan pengakuan yang diwujudkan dengan si centang biru.

Alih-alih semua tadinya kita lakukan ambisi jadi terkenal ini agar kepercayaan diri meningkat, namun berujung pada toxic self-esteem.

Padahal yang kita butuhkan hanyalah mencintai diri sendiri, agar kita bisa merasa cukup dengan apa yang kita punya dan fokus pada apa yang penting. Seperti misal mewujudkan resolusi tahunan yang selama ini enggak pernah terwujud, mengganti kebiasaan buruk dengan kebiasaan baik, belajar sesuatu yang baru, dan lain-lain.

8. Turun ke Atas, Naik ke Bawah (2)

Turun ke Atas, Naik ke Bawah (2)

Poem by Lucia Priandarini

 

 

Turun ke atas

Naik ke bawah

Mundur ke depan

Maju ke belakang

 

Kita berlebih-lebihan dan tetap merasa kekurangan

Kita mendapatkan dan terus merasa kehilangan

Kita cepat-cepat tapi tetap terlambat

Kita terserak dan tetap terpaksa bergerak

Kita pergi dan tidak pernah merasa kembali pulang.

 

7. Batas Bebas

Batas Bebas

Poem by Lucia Priandarini

 

 

Batas bukan sekat penghalang

Ia justru memerdekakan

Kau menggaris ulang lingkaran pembatas di sekelilingmu

yang tak akan kau langgar sendiri

 

Kau menggambar garis batas yang melindungimu dari orang lain,

dari harapan-harapan sekaligus kekecewaan yang mereka lemparkan,

dari kemarahan sekaligus kesedihan yang tak kau izinkan lagi

membakarmu habis,

dari kegembiraan yang memabukkan.

 

Kau membatasi dirimu

dari urusan-urusan orang lain

yang tak seharusnya menentukan kebahagiaanmu,

dari kesedihan orang lain yang semestinya bukan tanggung jawabmu.

 

Sekali lagi kau gambar lingkaran pembatas itu

saat orang lain terus mencoba menghapusnya

(atau kau mengira begitu)

 

Yang menarik dari puisi Batas Bebas

Keindahan dari puisi adalah orang bisa mempunyai interpretasi berbeda tergantung sudut pandang dan apa yang mereka rasakan saat itu.

Saya merasa puisi ini menggambarkan tentang puasa media sosial.

Kita mungkin juga merasa bagaimana feed media sosial dapat mempengaruhi perasaan kita, dan ketika kita sudah larut di dalamnya sering kita mempertanyakan “apakah aku bahagia?”

6. Jam Dinding

Jam Dinding

Poem by Lucia Priandarini

 

 

Jam dinding di ruang tengah

menunjuk angka yang salah.

Rusak, tapi terus kita tengok,

enggan kita tanggalkan.

 

Sementara jam di kamar kaupercepat

Kau bilang agar rajin

Kubilang sia-sia

Kau ingat jam itu bergerak 10 menit lebih cepat,

dan kau bergerak 10 menit lebih lambat.

 

Jam dinding kita rusak

Dan kita setengah mati mencoba memperbaiki hal-hal lain

yang baik-baik saja.

 

5. Cinta yang Biasa

Cinta yang Biasa

Poem by Lucia Priandarini

 

 

Aku tak mau lagi cinta yang buta

yang meledak dan memabukkan

yang menerbangkan ke langit kesembilan,

tak kembali lagi.

 

Aku ingin cinta yang biasa

yang sehat dan tak kadaluwarsa

yang menjejak bumi

dan tak rentan tersulut api.

 

Persis begini.

 

Padahal Afgan berkata lain

Afgan bersumpah dalam lagunya kalau cinta dia bukan cinta biasa. Hanya saja yang kita butuhkan adalah cinta yang memberikan ketenangan jiwa, yang kita bisa tumbuh bersama sampai tua.

4. Orang yang Tepat

Orang yang Tepat

Poem by Lucia Priandarini

 

 

Lambat laun kau tahu

Mencintai dan dicintai orang yang tepat adalah

tentang mencintai dirimu sendiri

Menemukan orang yang tak pergi meninggalkanmu

saat kau sendiri ingin berpindah ke wajah, kepala, jiwa, dan takdir yang lain.

 

Hingga mencintainya berarti juga menerima bagian dari dirimu

yang tercecer di pasir basah dan tanah lapang merah

Bagian-bagian terburuk dari dirimu yang puingnya sempat kau buang

kau pungut kembali, kau rekatkan satu-satu dengan hati hancur

yang perlahan sembuh.

 

Isi kepalamu dan kepalanya adalah hutan lebat dan laut dalam

Saling menemukan sekaligus tersesat dan tak ingin kembali.

Tak perlu kembali.

 

3. Menunda adalah Keberanian

Menunda adalah Keberanian

Poem by Lucia Priandarini

 

 

Menunda mengungkapkan cinta adalah keberanian

Kau menunda meski besok mungkin terlambat

Meski besok belum tentu dalam genggaman

Meski besok belum tentu ia tak pergi

 

Kau menunda karena lupa

Lupa cara mengungkapkan karena seumur hidup kau berlatih mengabaikan rasa

Kau menunda karena luka

Mencoba bersiap menangkis luka yang belum tentu tiba

 

Menunda mengungkapkan cinta pasti adalah keberanian

Berani melewatkan yang mungkin akan jadi terbaik

 

2. Menulislah di Dini Hari

Menulislah di Dini Hari

Poem by Lucia Priandarini

 

 

Menulislah di dini hari

Saat kenyataan masih tergantung di langit-langit

belum kau unduh untuk menggulung mimpi

Saat kau belum menyalakan TV untuk sekadar mendengar suara

berita-berita yang tidak masuk akal dari fiksi fantasimu

Sebelum kau ke kantor, mengurus semua hal selain dirimu

dan rekan kubikal sebelah lagi-lagi membicarakan detail

perselingkuhan atasanmu

Saat ibumu belum menghubungi bertanya kapan

Sebelum ia yang lama kau tunggu sekali lagi mengabaikanmu

(tetapi dalam novelmu kau menulis sebaliknya).

 

1. Panduan Sehari-hari Kaum Introver dan Mager

Panduan Sehari-hari Kaum Introver dan Mager

Poem by Lucia Priandarini

 

 

Hindari bertemu langsung

Gunakan surel atau telepon

bahkan saat berada di gedung yang sama

 

Untuk pertemuan-pertemuan yang tak terelakkan,

setidaknya hindari duduk berdekatan

Batalkan pertemuan-pertemuan yang kurang penting

(ngomong-ngomong bagaimana ciri-ciri pertemuan yang penting?”

 

Jika memang harus bersosialisasi

jaga jarak 2 meter

(mungkin janji temu di lapangan futsal?)

 

Makan di meja sendiri

jauh dari orang lain

(sudah sering begini)

 

Sebisa mungkin hindari transportasi umum

(egois, tidak ekonomis, dan tidak ramah lingkungan?

iya, di masa ini saja, semoga)

 

(Dari Panduan “Jarak Sosial” di Tempat Kerja untuk mencegah penyebaran Covid-19, Pemprov DKI Jakarta)

mager : malas gerak

 

Tentang Penulis, Lucia Priandarini

Perempuan lulusan Komunikasi FISIP UI ini dibesarkan di rumah penuh buku dan sempat menjadi reporter, penulis nonfiksi dan penulis di beberapa media daring.

 

Novel kolaborasinya dengan Gina S.Noer yang berjudul Dua Garis Biru telah diangkat ke layar lebar.

Bagaimana Pendapat Kalian?

Dari kesepuluh puisi yang terangkum dalam Panduan Sehari-hari Kaum Introver dan Mager ini mana yang paling kalian suka?

Judul bukunya diambil dari salah satu puisi, jadi memang tidak berisikan panduan buat kaum introver mesti ngapain aja. Walau begitu dia tetap bercerita dan merefleksikan kehidupan sehari-hari dan perasaan yang kita temui dalam kehidupan nyata.

 

Stay Safe … xoxo

 

Baca juga: Song: Go and Catch a Falling Star by John Donne

Baca juga: If by Rudyard Kipling

Referensi

 

Lucia Priandarini , Goodreads

2 Comments

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *