Mencintai Diri Sendiri yang Perfectly Imperfect (Wabi-Sabi View)
Di tengah gempuran sosial media, apakah kamu merasa lebih mudah mencintai diri sendiri?
Trend muncul silih berganti. Tidak hanya fashion, tapi juga make-up, dance challenge sampai keahlian membuat reels di IG
Sisi baiknya kalau trend semacam ini memicu kreativitas orang. Namun, di balik keindahan dunia digital ini, muncul juga tekanan standar kehidupan yang hampir tidak realistis, misalnya standar kecantikan.
Algoritma media sosial menampilkan image yang seringkali sangat diolah menjadi estetik dan sempurna. Bahkan fitur filter kini mungkin sudah tidak memuaskan lagi.
Demi mencapai standar tersebut, operasi plastik menjadi normalisasi baru.
Mencintai Diri Sendiri
“Mudahkah kamu mencintai diri sendiri akhir-akhir ini?” tanya seorang teman. “Aku merasa bahwa di usia kepala 3 ini, aku gagal sebagai manusia.”
Aku terkejut mendengarnya, karena apalah aku jika dibandingkan dengannya. Tergantung dari standar dan definisi, tapi rasanya masih jauh dari kata sukses.
“Aku tidak cemburu dengan yang lain, tapi jika melihat postingan mereka, aku merasa kalau langkahku mundur ke belakang.” lanjutnya lagi.
Aku terdiam karena aku pun kadang merasakan yang sama. Hidup orang lain tampak berwarna dan beragam, sementara aku stuck dengan rutinitas yang sama.
Aku sedikit terpengaruh untuk mengiyakan tapi mulutku kemudian berkata, “Selain berita duka, orang sangat berhati-hati untuk mengexpose kesedihannya di sosial media.”
Terkadang bukan masalah mempunyai fixed mindset, tetapi ada waktu-waktu dimana perasaan kita tidak sedang baik-baik saja.
Kami kemudian sama-sama terdiam, merenung dan larut di dalam pikiran masing-masing. Teringat pada selintas keinginan untuk mempercantik diri “under the knife” atas nama …
Perfectly Imperfect
Di saat merenung itu, kami menyadari bahwa aura dan kecantikan itu berbeda. Aura dan pesona terletak dalam keunikan masing-masing orang. Unik bukan berarti harus sempurna lagipula standar kecantikan berbeda-beda, termasuk juga selera orang.
Kita menyebutnya ini dengan perfectly imperfect.
Perfectly imperferct, seperti goresan-goresan pada kanvas kehidupan.
Pandangan “perfectly imperfect” mengacu pada gagasan bahwa keindahan terletak pada keunikan dan ketidaksempurnaan setiap individu.
Ini merupakan konsep yang kontras dengan trend maraknya operasi plastik yang bertujuan untuk mencapai standar kecantikan yang sering kali tidak realistis.
Ini berarti mencerminkan penerimaan kita terhadap berbagai tipe tubuh, bentuk wajah, kerutan, dan ciri fisik lainnya. Dalam pandangan ini, ketidaksempurnaan bukanlah sesuatu yang perlu disembunyikan atau diperbaiki, melainkan menjadi bagian yang alami dari diri seseorang.
Pandangan ini mirip dengan wabi-sabi, sebuah konsep estetika dan pandangan dari Jepang
Wabi-Sabi
Jepang terkenal dengan konsep filosofi mereka, selain ikigai, ada juga wabi sabi.
Wabi-sabi adalah konsep estetika Jepang yang menghargai keindahan dalam ketidaksempurnaan, penuaan dan kesederhanaan.
Istilah “wabi” merujuk pada persaan kesendirian yang kita rasakan ketika hidup di alam, sementara “sabi” mengacu pada keindahan yang terkandung dalam penuaan dan perubahan alami dari suatu hal.
Wabi-sabi adalah seperti berada dalam ruangan saat hujan turun di luar, atau perasaan puas yang kita rasakan setelah makan siang walau dengan menu sederhana.
Konsep yang mengajarkan kita mencintai diri sendiri apa adanya, mengahrgai ketidaksempurnaan, dan melihat keindahan dalam hal-hal yang telah menua atau mengalami kerusakan, seperti cangkir yang retak dan diperbaiki dengan emas melalui kintsugi.
Subjektivitas
Namun, penting diingat bahwa pandangan dalam tulisan ini bersifat subjektif, dan setiap individu memiliki hak untuk membuat keputusan atas tubuhnya sendiri.
Bagi beberapa orang, operasi plastik bisa menjadi pilihan yang sah-sah saja untuk meningkatkan kepercayaan diri.
Tulisan ini hanya sekedar refleksi untuk mempromosikan pandangan positif tentang tubuh dan kecantikan yang beragam, dan di sisi lain menghormati keputusan individu atas pilihan mereka terhadap tubuh mereka.
Jika kamu merasa harus melakukan perubahan untuk mengisi “kekosongan”di dalam diri, ada baiknya untuk berkonsultasi dengan konselor psikolog sebelum mengambil keputusan.
xoxo
Jangan lupa untuk memeluk diri sebagai ungkapan mencintai diri sendiri.
love you
Referensi
A Little Book of Japanese Contentments. Erin Niimi Longhurst
Dodd, D. R., Parsons, E. M., Clerkin, E. M., Forrest, L. N., Velkoff, E. A., Kunstman, J. W., & Smith, A. R. (2019). Perfectly imperfect: The use of cognitive bias modification to reduce perfectionism. Journal of Behavior Therapy and Experimental Psychiatry, 64, 167-174.