Refleksi Diri, Mengejar yang Terlambat
Refleksi Diri. Ketika kita berbicara tentang hidup, sering kali yang terlintas adalah perlombaan untuk mencapai tujuan tertentu.
Misalnya waktu dulu kita duduk di bangku sekolah, ada sistem ranking yang menentukan siapa yang paling pintar dan siapa yang kurang pintar. Belum lagi kita juga harus berjuang agar bisa diterima di sekolah impian, walau mungkin alasannya pada saat itu adalah biar bisa bareng sahabat.
Untuk apa semua itu?
Kita mengejar impian, target, atau harapan yang membuat hidup kita fulfilled, lebih bermakna dan lebih bahagia.
Namun, bagaimana jika kita merasa terlambat? Bagaimana jika kita merasa tertinggal dalam perlombaan (hidup) ini?
Saya pernah merasakan hal itu.
Rasanya seperti berdiri di tengah jalan, melihat orang lain melaju kencang menuju tujuan mereka sementara saya … tertinggal, (merasa) tersandung oleh keputusan masa lalu dan jalan memutar yang saya pilih.
Tapi hari ini, ketika saya refleksi diri dan melihat ke belakang, ada sesuatu yang saya sadari. Perjalanan yang saya tempuh, meski tampaknya terlambat, membawa saya ke tempat yang tidak kalah penting.
Mengejar yang Terlambat
Ada satu momen dalam hidup saya yang membekas. Tahun 2022 lalu ketika usia saya tidak bisa dibilang muda lagi, saya memutuskan untuk kembali ke bangku kuliah. Di saat teman-teman saya sudah mapan dalam karier, membangun keluarga, mengurus anak, dan meraih berbagai pencapaian, saya merasa seperti memulai dari nol lagi. Di benak saya, ada perasaan terlambat, seolah-olah saya kehilangan banyak waktu
Namun, saat saya mengikuti kelas pertama, perasaan itu mulai berubah.
Ya, saya mungkin terlambat memulai, tetapi saya juga lebih matang, praktis, dan lebih siap untuk belajar daripada sebelumnya. Saya menyadari bahwa mengejar impian pada saat itu, dengan segala pengetahuan dan pengalaman hidup yang telah saya lalui, memberi saya perspektif yang lebih luas dan pemahaman yang lebih dalam.
Apa yang Ditemukan dalam Perjalanan?
Ketika saya refleksi diri dan merenungkan kembali keputusan saya, terkadang saya berpikir bahwa saya dalam mode melarikan diri / flight dari tanggung jawab sebenarnya.
Ini bukan tanpa alasan.
Saya menyadari kalau pikiran saya terkadang abstrak dan terkadang perilaku saya impulsif serta membuat keputusan yang tidak disangka-sangka oleh orang sekitar.
Kali ini, saya terus bertanya pada diri sendiri, mengapa saya mengambil keputusan ini. Lalu saya menyadari bahwa meskipun saya mungkin terlambat mengejar impian tersebut, ada perjalanan lain yang telah saya tempuh, dan itu tidak kalah penting.
Perjalanan saya sebelum memutuskan untuk kembali ke bangku kuliah dipenuhi dengan pelajaran hidup berharga.
Kondisinya adalah adik saya kehilangan pekerjaan, sementara adik saya yang lainnya masih kuliah. Ibu sakit dan tidak bisa melakukan perannya dengan baik sementara Bapak saya sudah lewat dari usia produktif bekerja. Saya yang menetap di negara orang, berjuang dengan tuntutan hidup di sini, dan memilih pekerjaan part time shift malam agar bisa disesuaikan dengan jam kuliah untuk menopang hidup.
Semua itu membentuk saya menjadi orang yang lebih kuat, lebih penuh empati, dan lebih menghargai setiap langkah dalam hidup.
Saya ingat saat berbicara dengan salah satu teman lama. Dia bercerita tentang pencapaian kariernya yang luar biasa, dan meski saya bangga padanya, saya juga menyadari bahwa apa yang saya capai dalam perjalanan saya tidak kalah berharga.
Saya telah belajar tentang pentingnya kesabaran, tentang bagaimana menghargai hal-hal kecil, dan tentang betapa berharganya waktu yang kita habiskan bersama orang-orang tercinta.
Adakah Ruang Bagi Penyesalan?
Pada akhirnya, saat refleksi diri dan introspeksi, saya menyadari bahwa penyesalan hanyalah bayangan dari harapan yang belum terpenuhi.
Ketika saya menengok ke belakang dan melihat kembali perjalanan hidup saya, saya memutuskan untuk tidak menyesalinya. Setiap jalan yang saya tempuh, meskipun terasa seperti sebuah pengalihan, ternyata membawa saya ke tempat yang saya butuhkan, bukan hanya tempat yang saya inginkan.
Saya tidak menyesali waktu yang saya habiskan untuk hal-hal yang mungkin tampak seperti hambatan. Justru, saya mensyukurinya, karena itu adalah bagian dari cerita saya, bagian dari pertumbuhan saya. Dan pada akhirnya, setiap langkah, baik yang cepat maupun lambat, membentuk diri saya yang sekarang, diri yang lebih dewasa, lebih bijak, lebih mengenal diri sendiri dan lebih bisa memaknai hidup.
Hidup adalah Perjalanan. Nikmati Prosesnya!
Mengejar sesuatu yang terlambat mungkin terasa seperti balapan yang tak mungkin dimenangkan apalagi jika kita membandingkan hidup kita dengan orang lain. Tapi yang terpenting bukanlah seberapa cepat kita mencapai tujuan, melainkan apa yang kita pelajari dan jadi apa kita selama perjalanan itu.
Orang bijak pernah berkat, “Jangan jadikan hidupmu yang pahit, menjadikan kamu jadi bitter person atau orang yang kurang baik.”
Setiap yang bertumbuh itu pasti mengalami rasa sakit dan dalam hidup dan sesungguhnya tidak ada yang benar-benar terlambat.
Setiap orang memiliki waktunya sendiri, jalannya sendiri, strugglenya sendiri, dan prosesnya sendiri. Apa yang terlihat seperti keterlambatan mungkin sebenarnya adalah kesempatan untuk memperlambat langkah, merenung, merefleksikan diri, dan menemukan arti yang lebih dalam setiap pengalaman.
Jangan berhenti, terus melangkah, hargai setiap langkah dan percayalah bahwa kita akan sampai di tempat yang tepat pada waktunya.
Stay happy
XOXO
Referensi
Yadav, S. Reflective Journals: A tool for Self-Reflection, Self-Awareness and Professional Development.
Dishon, N., Oldmeadow, J. A., Critchley, C., & Kaufman, J. (2017). The effect of trait self-awareness, self-reflection, and perceptions of choice meaningfulness on indicators of social identity within a decision-making context. Frontiers in psychology, 8, 2034.