6 Tingkatan Berpikir Kritis. Bagaimana Berpikir Efektif
6 Tingkatan Berpikir Kritis. Bagaimana Berpikir Secara Efektif. – Di cover majalah Time edisi bulan Desember tahun 2006, saya melihat judul yang menggelitik saya untuk membacanya. Judul dari artikel yang ada pada highlight adalah “How To Build a Student For the 21st Century”.
Isi di dalam artikel itu menekankan akan pentingnya kemampuan higher-order thinking (berpikir tingkat tinggi) dan complex thinking, seperti juga kreativitas, kolaborasi dan komunikasi, yang juga merupakan kemampuan penting yang harus dipersiapkan untuk siswa di abad 21.
Higher-order thinking atau berpikir tingkat tinggi adalah kemampuan seseorang dalam menganalisa suatu permasalahan.
Jika semisal ada yang bilang,
“Saya kan bukan seorang murid lagi, jadi buat apa saya tahu soal ini”
Kita mungkin bukan seorang murid di sebuah lembaga pendidikan, tetapi kemampuan ini juga penting untuk kita pelajari karena tidak lepas dari kehidupan sehari-hari, berguna juga di dalam pekerjaan, bersosialisasi, menyaring informasi di sosial media dan kita pun bisa menjadi role model anak-anak kita.
Tahukah kalian, ternyata SBMPTN mulai tahun 2019 menggunakan soal HOTS (Higher- Order Thinking Skill), menggunakan Tes Potensi Skolastik (TPS) dan Tes Potensi Akademik (TPA). Di jaman saya dulu, Tes Potensi Skolastik dibutuhkan sebelum kita mengambil Master. Ternyata sekarang di jenjang Bachelor pun sudah diberlakukan.
Berpikir Kritis
Sepanjang hidup kita, kita akan selalu mempergunakan otak untuk berpikir dan mengambil keputusan. Di dalam pekerjaan, soft skills seperti kemampuan untuk berpikir kritis dan memecahkan masalah, serta komunikasi memegang peranan penting.
Orang yang memiliki kemampuan ini mempunyai ciri thinking out of the box, mempunyai pemikiran yang berbeda, yang tidak terpikirkan oleh orang lain.
Berpikir kritis adalah elemen penting di semua bidang pekerjaan dan pendidikan apapun itu jurusan yang kita pilih.
Lalu bagaimana penerapannya di dalam kehidupan sehari-hari?
Kita ambil contoh kecil dari membaca buku.
Masing-masing orang memiliki tingkat kemampuan yang berbeda di dalam berpikir. Ada yang sebatas mengingat isinya apa, ada yang memahami, tetapi ada juga yang mampu menganalisa dan bahkan bisa mengevaluasi materi yang disampaikan di dalamnya.
Kemampuan ini biasanya terlihat ketika seseorang diberikan pertanyaan tentang apa isi buku itu.
Bagi yang mengingat isinya akan memberikan gambaran sesuai apa yang ditulis, semacam copy paste. Bagi yang memahami, dia bisa memahami buku ini tentang apa tetapi mungkin mengalami kesulitan dalam membuat kesimpulan.
Bagi orang yang memiliki kemampuan menganalisa, selain dapat menyimpulkan buku ini tentang apa, dia pun mampu menggali lebih dalam, menganalisis, membuat kesimpulan dengan membreak down pembahasan dalam buku dalam bahasanya sendiri.
Sementara orang yang mampu mengevaluasi, akan membuat analisa lebih dalam, melihat dari sudut pandang berbeda, memberikan kritik dan bahkan mampu membandingkan semisal dengan teori yang serupa.
Higher-Order Thinking Skill (HOTS)
Higher-Order Thinking Skills (HOTS) atau kemampuan berpikir tingkat tinggi merupakan ranah kognitif Taksonomi Bloom. Taksonomi Bloom yang diciptakan oleh Benjamin Bloom, mengukur keberhasilan belajar murid berdasarkan ranah afektif, kognitif dan psikomotorik.
Ini kemudian direvisi oleh Lorin Anderson dan David R. Kathwoll. Anderson sendiri adalah murid dari Bloom sementara Prof. Kathwoll adalah partner kerja Bloom ketika Bloom merancang taksonomi klasik kognitifnya.
Menurut Anderson dan Kathwoll, urutan kognitif ini terbagi ke dalam 6 tingkatan.
Mengingat (remembering)
Memahami (understanding)
Mengaplikasikan (applying)
Menganalisis (analyzing)
Mengevaluasi (evaluating)
Menciptakan (creating)
6 Tingkatan Berpikir Kritis. Bagaimana Berpikir Secara Efektif.
Berpikir kritis sangat diperlukan oleh setiap orang untuk menyikapi permasalahan dalam kehidupan yang nyata. Berpikir kritis ini adalah kemampuan yang kita terus latihan sepanjang hidup, jadi tidak terhenti di umur atau tingkat pendidikan tertentu saja.
Elder dan Paul (2008) menyebutkan ada 6 tingkatan berpikir kritis.
Tingkat Pertama. Unreflective Thinking - The Unreflective Thinker
Orang yang di tingkat ini adalah orang yang tidak melakukan refleksi dalam pemikirannya. Orang ini akan berpikir menurut pemikirannya sendiri dan membuat praduga yang bisa saja salah.
Mereka tidak menerapkan secara konsisten konsep dasar dari berpikir yaitu berpikir harus masuk logika, berdasarkan data yang akurat, relevan dan tepat.
Tingkat Kedua. Challenged thinking - The Challenged Thinker
Orang yang berada di tingkat ini memiliki kemampuan berpikir yang terbatas. Mereka sadar akan pentingnya berpikir dan mengetahui jika kurangnya wawasan dapat mengakibatkan masalah yang besar.
Mereka menyadari bahwa mereka memiliki kekurangan banyak di mental proses (proses pertukaran informasi yang ada di dalam pikiran kita) tetapi tidak dapat mengidentifikasi satu satu permasalahannya.
Mereka mungkin menganggap bahwa berpikir yang benar itu melibatkan asumsi negatif dan sudut pandang tetapi masih di tahap dasar.
Tingkat Ketiga. Beginning Thinking - The Beginner Thinker.
Orang yang berada di tingkat ini dapat mengontrol pikiran mereka . Mereka mulai lebih sadar akan proses berpikir mereka dan akan melihat pada bias dan asumsi yang mendasarinya. Mereka juga sadar dan mengerti mengapa sesuatu itu terjadi atau dilakukan.
Seorang pemikir pemula akan lebih tanggap terhadap kritik dan umpan balik.
Tingkat Keempat. Practicing thinking - The Practicing Thinker.
Pemikir menganalisis pemikirannya secara aktif dalam sejumlah namun mereka masih mempunyai wawasan terbatas dalam tingkatan berpikir yang mendalam. Mereka akan mempraktekkan kebiasaan berpikir yang lebih baik dan secara teratur akan menganalisis proses mental mereka.
Pemikir Praktis akan memiliki kesadaran akan kekuatan dan kelemahan pikiran mereka meskipun mungkin tanpa cara sistematis untuk mendapatkan wawasan tentang pikiran mereka. Mereka mungkin masih bisa tertipu oleh dirinya sendiri, yang menganggap pemikirannya jauh lebih baik dari kenyataannya.
Untuk sampai ke tahap ini, orang tersebut membutuhkan “ketekunan intelektual”. Ini melibatkan pengembangan rencana yang sistematis dan terarah dengan metode latihan yang disengaja, untuk mengambil langkah-langkah tambahan dan pengendalian untuk perbaikan metode berpikir.
Tingkat Kelima. Advanced Thinking - The Advanced Thinker.
Pemikir yang berada di tingkat ini aktif menganalisis pikirannya, yang memungkinkan mereka untuk merefleksikan pemikiran mereka sendiri dengan wawasan ke dalam berbagai bidang kehidupan yang berbeda.
Mereka biasanya selain dapat melihat prasangka dalam pemikiran dan pemahaman mereka sendiri, juga dapat melihat dari sudut pandang orang lain. Tidak selalu berpikiran bahwa pemikirannya paling benar.
Mereka secara berkala selalu mempertanyakan apakah pemikirannya itu valid, dan mereka nyaman dengan self-criticism itu, secara sistematis akan mencoba memperbaiki selangkah demi selangkah. Mereka mempunyai empati intelektual yang memungkinkan mereka untuk dapat melihat dunia dari kacamata orang lain.
Tingkat Keenam. Master Thinking - The Master Thinker
Mereka yang ahli mampu menginternalisasi kemampuan dasar berpikir secara mendalam.
Mereka yang ada di tingkat ini sepenuhnya mengendalikan bagaimana mereka membuat keputusan dan memproses informasi. Mereka terus menerus meningkatkan kemampuan berpikir mereka.
Kesimpulan
Berpikir kritis, seperti juga kemampuan lainnya, ada yang sudah terlahir dengan kemampuan ini dan ada yang tidak. Kemampuan ini tidak hanya kita dapatkan misalnya karena kita belajar hal yang berkaitan dengan logika, sehingga kita bisa berpikiran kritis
Berpikir kritis bisa terjadi jika kita tahu banyak tentang informasi, dan dapat menghubungkannya dengan pengetahuan yang kita punya atau informasi lainnya.
“Seperti juga kemampuan lainnya, kemampuan berpikir kritis dan kompleks ini dapat diasah. Namun jika tidak dipergunakan, dapat menjadi tumpul”
Seseorang yang berada di tahapan advanced bisa menjadi turun ke tahapan beginner jika otak tidak dilatih untuk berpikir kritis. Begitu juga sebaliknya
Banyak membaca, membuat summary dari apa yang kita baca, mengaplikasikannya serta berdiskusi secara aktif termasuk ke dalam proses untuk meningkatkan mental process dan kemampuan berpikir kritis.
Kira-kira kalian sendiri termasuk di dalam tahapan yang ke berapa?
Stay safe … xoxo
Referensi
Elder, L & Paul, R. 2008. Critical Thinking development : A Stage Theory with Implications for Instruction. .
Cover Majalah Time, ada di SINI,
20 Comments
Novia
Sepertinya saya masih pemula.
Pingback:
Hastira
makasih sharingnya
renov
sama-sama kak.
Makasih juga sudah mampir
Aisyah Dian
Pantes kak ya, aku beberapa tahun terakhir merasa kog kog kemampuan berfikirku agak tumpul nih, jarang baca jarang nulis yang ada cuma nonton aja. Ternyata berfikir kritispun harus terus diasah ya
Pingback:
Pingback:
Pingback:
ILa aswil
Di zaman sekarang ini, kita kita kadang dituntut untuk berfikir kritis, tdk hanya menerima mentahan dari orang lain, jangan sampai ada hal yang merugikan kan yaa…
Wahid Priyono
Karena saya sebagai guru biologi SMA, saya tahu betul bagaimana susahnya membuat soal-soal HOTS dibandingkan LOTS. Membuat soal2 yang HOTS itu butuh kejelian dan memang sebagian siswa ada yang tingkat berpikir kritisnya rendah, sehingga saat diuji dengan soal HOTS mereka mempunyai daya analisis yang rendah. Thanks infonya ya kak renov, sudah kubaca.
elva s
Sepertinya aku berada di tingkat ke tiga ( Beginning Thingking) dimana seseorang yang berada di tingkat ini mengerti atau menyadari mengapa sesuatu terjadi dan apa dampaknya yang akan timbul. Ini menurutku secara pribadi sih, karena pada dasarnya apapun sumber informasi yang berkembang diluar jangan serta merta kita serap tanpa dicari kebenarannya. Dan untuk itulah kita harus berfikir kritis tuk mencari kebenarannya.
Ari Santosa Pamungkas
Kalau aku timbang-timbang, sepertinya aku di tingkat 5. TAPI…. ini kan sok iyes dari diriku sendiri 😀
jadi mupeng pengen ikut tes psikologi ni buat tahu sbenernya aku tuh udah level berapa gitu dalam memikirkan kehidupan ini. eaa eaa
BayuFitri
Wah kalau ditanya aku peringkat yg mana mungkin harus tanya ama org lain ya mbak supaya penilaiannya akurat..tapi emang bener sih untuk sampai ke tingkat ke – enal harus meliwati jalan berliku ya.. perjuangan emang “merubah diri sendiri” ke arah yag lebih baik
Bang Doel
Mau bilang sudah ada di tingkatan The Advanced Thinker tapi kok kadang-kadang ada sebagian yang masih berada di posisi The Challenged Thinker. Apa mungkin ya masih di Challenged Thinker ya posisiku hehe Nah, posisi berpikir begini juga jadi bukti kalau memang saya masih berada di tingkatan bawah.
Sani
Aku kayaknya tingkat 3 haha
Emang dasarnya saya malas mikir mungkin ✌️😀
supadilah
Di awal pencantuman HOTS di soal UN, banyak yang kelimpungan. Emang sih berat gitu soalnya. Tapi HOTS t=itu yang memacu berpikir kritis. Dan ini bagus buat kinerja otak. Nggak papa sih kalau belum bagus hasil ujiannya. Tapi ada manfaatnya. Otak jadi lebih bekerja. Saya mungkin masih beginer hehe…makasih mbak artikelnya
Fadli Hafizulhaq
Jadi ingat pas saya ambil job content writer, disuruh nulis tentang HOTS. Jangankan membahas soal HOTS, menulis artikel yang bisa menjelaskan HOTS dengan baik saja sudah bikin saya sakit kepala. Terlepas dari itu, kemampuan berpikir kritis memang harus senantiasa diasah
wahyuindah
Perlu dicatat nih langkah berpikir kritisnya. penting semua. karena kritis itu penting agar kita tak tersesat pada berita.
Pingback:
Pingback: