Mengikuti atau Melawan Arus Kehidupan? Rumus 2 Pilihan
Mengikuti atau melawan arus kehidupan?. Di hari yang paling spesial ini, saya menghabiskan waktu untuk merenung dan berkontemplasi. Di tahun 2020 ini penuh dengan kejutan, dan kebanyakan kejutannya tidak menyenangkan.
Lalu saya berpikir, bagaimana dengan menjalani kehidupan? Melawan arus kehidupan atau justru sebaliknya?
Prolog.
Saya banyak sekali membaca artikel berkaitan dengan topik arus kehidupan akhir-akhir ini. Saya pun bertanya mengapa tema ini menjadi sangat penting terutama di masa pandemi Corona?
Mungkinkah karena perasaan nyaman dan aman itu berganti dengan perasaan was-was? Ketidakpastian kapan berakhirnya pandemi menyebabkan kegelisahan.
Sementara perasaan nyaman dan aman adalah natur kita sebagai manusia. Oleh karena dorongan perasaan itu, kita menyusun jadwal hidup setiap harinya, untuk menghindari yang di luar kendali kita. Kita membangun dan menciptakan rutin, agar kita dapat memprediksi dan mengestimasi hari yang kita jalani.
Walau sebenarnya, seberapa pun sempurnanya kita mengatur jadwal, akan selalu ada hal-hal yang tidak dapat kita kendalikannya, dan jika kita terbawa, hal itu sering kali menimbulkan stres, kemarahan dan frustasi.
Di Luar Rencana
Saya jadi ingat kejadian beberapa bulan yang lalu.
Tepatnya lebih dari setahun saya sudah menyiapkan rencana untuk adik yang baru akan masuk jenjang kuliah. Sebelumnya dia memang akan melanjutkan bangku kuliah di Jerman, namun Visa Nasional Jerman dengan tujuan kursus bahasa ditolak oleh pihak kedutaan Jerman di Indonesia.
Alasan Visa Nasiona Jerman ditolak karena belajar mandiri dan private itu tidak cukup. Dia harus mengikuti kursus bahasa jerman di lembaga bahasa dan menyertakan level kecakapan dengan sertifikat.
Pihak kedutaan menyarankan untuk selanjutnya dia langsung saja apply untuk Visa Nasional dengan tujuan Study. Salah satu persyaratannya adalah dengan menyertakan bukti penerimaan masuk Studienkolleg – program penyetaraan sekolah.
Di Jerman, pendidikan dasar berlangsung selama 13 tahun, sementara di Indonesia hanya 12 tahun. Calon pelamar Universitas di Jerman harus menempuh Studienkolleg terlebih dahulu, dan mengikuti ujian. Baru jika dia lulus ujian, dia dapat apply ke Universitas atau Sekolah Tinggi di Jerman.
Salah satu syarat mengikuti Studienkolleg adalah minimal kemampuan bahasa di level B2/C1. Rata-rata kebanyakan meminta kemampuan bahasa di level C1 (Advanced). Jangan takut buat yang kemampuannya belum C1 karena mereka juga mempunyai program kursus bahasa. Jadi sebelum kamu mengikuti kelasnya, bisa mengambil dulu kursus ini.
Inilah yang akhirnya menjadi tujuan kami yaitu agar adik saya memperoleh sertifikat B2 bahasa Jerman (B2 adalah level Upper Intermediate).
Mulailah dia kursus bahasa Jerman super intensive sampai lulus ujian B1 (level Intermediate) di Goethe Institute Bandung. Namun karena kelas B2 tidak dibuka di kota Bandung, kami berdiskusi mungkin sebaiknya dia ambil kuliah bahasa Jerman. Dengan pertimbangkan bahwa di salah satu PTN di kota Bandung, jika seseorang sudah mempunyai sertifikat B1 bisa langsung duduk di semester 3.
Jika dia bisa lulus maka masa kuliah 3 tahun kurang lebih sama waktunya dengan waktu yang dihabiskan untuk kursus B2, persiapan sebelum Studienkolleg dan menempuh Studienkolleg (sekolah penyetaraan sebelum masuk universitas) di Jerman.
Setelah lulus kuliah, dia bisa mengambil kuliah S1 dengan jurusan yang dia mau di Jerman karena kemampuan bahasa dia sudah mumpuni.
Adik saya setuju dengan rencana itu dan akhirnya dia pun ikut salah satu program bimbingan belajar.
Semua berjalan baik-baik saja sampai ketika kami mengetahui langsung kalau jurusan dia di sekolah dulu yaitu Teknik Komputer tidak dapat apply jurusan Bahasa Jerman di PTN itu.
Akhirnya saya menyarankan untuk mengganti universitas dengan yang lain, yang terpenting adalah bahasa. Tidak mengapa masa kuliah lebih lama satu tahun, namun yang terpenting dia belajar bahasa Jerman.
Berdasarkan pengalaman, sangat sulit jika tidak mempunyai kemampuan bahasa Jerman yang mumpuni mengikuti pelajaran terutama ketika harus berdiskusi kelompok.
Mendekati hari H, adik saya bilang tidak mau mengikuti SBMPTN dan memilih untuk menerima tawaran bekerja.
Sulit buat saya menerima keputusan dia, apalagi mengingat persiapan untuk studi di Jerman sudah berjalan satu tahun. Rasanya waktu dan biaya yang dihabiskan kesana, menguap sia sia.
Suami saya berkata,
“Ikuti saja arus kehidupan”
Mengikuti Arus Kehidupan
Apakah ini sebenarnya?
Mengikuti arus kehidupan adalah,
- Belajar untuk menerima pukulan hidup.
- Menerima perubahan tanpa marah, stres, atau kecewa.
- Untuk mengambil kehidupan apa adanya daripada mencoba membentuknya sesempurna yang Anda inginkan.
Bagaimana cara kerjanya?
Menyadari kalau kita tidak bisa mengendalikan segalanya.
Saya yakin kita semua tahu itu, namun sayangnya kita terutama saya sering bereaksi dan bertindak melawan kenyataan itu. Berharap bisa mengendalikan alam semesta, itu hanya angan-angan semata.
Ini adalah hal yang harus saya camkan baik-baik.
Menerima Keadaan dan Perubahan.
Saya terkadang keukeuh kumeukeuh, pokoknya mesti seperti yang saya mau. Saya menyadari semakin saya seperti itu, semakin banyak pula masalah yang sejenis yang saya alami.
Dan memang pada kenyataannya, 80 persen hidup saya berjalan tidak seperti yang saya inginkan. Walau jika pada akhirnya ada yang saya dapatkan, saya harus berjuang dengan kerja keras dan bahkan dengan air mata.
Saya juga menerima kenyataan bahwa dunia dan yang ada di dalamnya termasuk kita berubah. Tidak ada yang sama kecuali perubahan itu sendiri.
Saya tidak berharap lagi segalanya harus sempurna, karena di dunia ini tidak ada yang sempurna. Sebagai gantinya, saya harus puas dengan kondisi “cukup”.
Fokus pada Apa yang Bisa Saya Lakukan
Hal yang bisa membantu kita untuk membuat pikiran lebih jernih adalah dengan teknis bernafas. Menarik nafas dan mengeluarkannya perlahan. Terus kita lakukan sampai merasa lebih baik.
Jika anda seorang muslim, kegiatan ini bisa dilakukan sembari beristighfar.
Hal berikutnya adalah mencari jalan keluar permasalahan. Hati boleh panas tapi kepala harus tetap dingin.
Namun jika memang masih ada perasaan emosi yang muncul, sebaiknya menjaga jarak terlebih dahulu.
Melawan Arus Kehidupan
Bagaimana dengan melawan arus kehidupan?
Tidak semua yang melawan arus itu jelek. Ketika sesuatu tidak sesuai dengan nilai yang kita anut, atau berjuang untuk hal-hal yang menurut kita benar, melawan arus perlu dilakukan.
Misalnya saja, jika kita terjebak di dalam hubungan yang tidak sehat dan mengalami kekerasan dalam rumah tangga. Kita harus menyayangi diri kita dengan cara keluar dari keadaan itu.
Akan sulit pastinya, namun jika kita teruskan bisa jadi kita kehilangan diri kita sendiri.
Kesimpulan
Apapun pilihannya, mengikuti atau melawan arus kehidupan, kita harus ingat untuk mempertimbangkan dengan matang apa keputusan kita.
Jangan sungkan untuk mencari bantuan jika memang diperlukan.
Stay safe … xoxo