
Rahasia Public Speaking Ms Rahma Alia

Kebanyakan dari kita kurang menyukai public speaking. Begitu pula saya.
Entah kenapa, saya merasa tidak nyaman ketika semua mata tertuju kepada saya yang berdiri di depan.
Tentu saja, bukan berarti saya tidak pernah atau menghindari penugasan yang sifatnya non wajib dan wajib untuk berbicara atau menyampaikan sesuatu di depan banyak orang.
Misalnya saja jaman sekolah dulu, selalu senang jika menjadi petugas pembaca UUD saat upacara, dibandingkan jadi petugas pengibar bendera. Walau akhirnya ikutan ekskul Paskibra, tapi itu cerita lain.
Begitu pula sewaktu masuk HRD pertama kali dan ditempatkan di bagian Training. Bagian menyenangkannya buat saya adalah berada di lingkungan kerja “idaman”. Selain itu membuat bahan materi training atau analisa juga tidak ada masalah.
Yang menjadi masalah adalah ketika harus jadi Trainer, berada di depan kelas dan menyampaikan. Tentunya, sebagai trainer, harus juga mengenal ice breaking dan membawakan materi dimana tekniknya agak berbeda dengan guru atau pengajar.
Saat itu, saya merasa begitu kaku seperti kanebo. Semakin itu menjadi keharusan, semakin saya tertekan dan merasa berada di dalam penjara …
ya, benar …
penjara pikiran.
Pikiran saya lah yang menjadikan itu seperti penyiksaan.
Setahun di training, saya kemudian pindah ke bagian compensation & benefit. Anehnya, ketika suatu hari saya diminta menjadi trainer untuk mensosialisasikan kebijakan, dengan ringan hati saya melakukannya. Semua berjalan lancar dan saya tidak ada perasaan terbebani sedikit pun.
Apakah kamu pernah punya kejadian yang mirip seperti saya?
Perlukah Kita Menguasai Public Speaking?
Jika waktu kecil ditanya, “kalau sudah besar, mau jadi apa?”
Sama seperti kebanyakan anak lainnya (mungkin), jawaban saya berganti-ganti. Dari jadi dokter, kerja di hotel, jadi dancer, sampai jadi penyanyi.
Sayangnya, saya nggak ada bakat dan nggak pernah sekali pun ikut kursus menyanyi.
Alasan ingin menjadi penyanyi, sederhana saja. Saya ingin mengungkapkan isi hati ketika menyanyi. Rasanya emosional, ketika kita bisa melakukannya. (Namun, sebenarnya tidak perlu mengungkapkan pun, orang bisa tahu suasana hati saya. Itu karena wajah saya punya subtitle … cry …).
Ok, balik lagi ke masalah public speaking. Tentunya kalau jadi penyanyi, kita harus mempunyai public speaking yang baik untuk bisa berinteraksi dengan audiens.
Kalau ditanya apakah perlu kita menguasainya?
Jawabannya adalah jika kita setiap hari berkomunikasi dengan orang lain, maka sama seperti kemampuan berbicara interpersonal, kemampuan berbicara di depan massa pun penting untuk menunjang aktivitas sehari-hari.
Seberapa Ingin Menguasai Ilmu Public Speaking?
Ada alasan kenapa saya ambil kuliah S1 lagi. Bukan hanya menemani adik perempuan saya kuliah, tetapi juga mungkin salah satunya adalah karena dari dulu saya ingin masuk jurusan Komunikasi.
Sehabis SMA dulu, saya ingin kuliah di UNDIP jurusan Komunikasi, tapi saya malah masuk di pilihan pertama IPA. Adik saya yang laki-laki yang akhirnya berhasil masuk di Fikom UNPAD.
Bukan tanpa alasan memilih ini, karena saya tidak melihat diri saya menguasai dengan baik tujuan bicara yang diantaranya mengajak, menyarankan, meminta, memberi, meyakinkan (persuasif) sampai kemampuan menjual.
Padahal Papap jago ngomong dan Mama jago meyakinkan.
Sayangnya, itu tidak menurun ke saya.
Di semester 5 ini, saya mendapatkan matkul Public Speaking di LSPR, tapi ketika membuat final exam yang berupa video. Hasil rekaman suaranya membuat saya frustasi.
Lalu beberapa waktu yang lalu, saya mengobrol dengan Nita, seorang teman lama yang sekarang ini ganti profesi jadi MC dan penyiar radio. Saya lalu mengungkapkan kalau saya ingin menguasai Public Speaking dengan baik.
Sepertinya universe mendengar keinginan saya. Tidak lama sesudah itu, ISB mengumumkan akan ada pelatihan dengan Ms Rahma Alia.
Training Public Speaking dengan Ms. Rahma Alia bareng Komunitas ISB
Huge deal kalau ngomongin Ms Rahma Alia. Beliau termasuk high profile, karena levelnya sudah internasional dan menangani event besar dan bahkan bersifat kenegaraan.
Dengan jam terbang yang tinggi tentunya ilmu yang beliau sampaikan juga “daging”. Waktu ikut pelatihan ini pun, saya dan teman-teman yang lain sangat excited.

Karena training ini tertutup hanya buat member komunitas ISB saja, jadi saya pengen sharing beberapa hal menarik bareng dengan kalian di postingan kali ini.
Kita mulai dulu dengan Teknik yang namanya PAPA VIPP.
Pasti mudah dong mengingatnya.
PAPA (kita asosiasikan dengan ayah atau sebutan suami misalnya)
VIPP (kita asosiasikan dengan VIP yang artinya orang penting)
Jika digabungkan ingat saja kalau Papa adalah orang penting.
PAPA VIPP sebenarnya adalah singkatan dari Pace, Articulation, Pitch, Accentuation dan Volume, Intonation, Prononunciation, Pause.

Teknik PAPA VIPP
Saya akan menjelaskan teknik ini dengan singkat tapi mudah-mudahan kalian bisa mengerti ya.
Pace (Kecepatan Bicara)
Mengacu pada seberapa cepat atau lambat seseorang berbicara.Pastikan ketika kita berbicara tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lambat, tetapi tepat. Ini membantu audiens memahami pesan yang kita sampaikan dengan lebih baik. Disini kita perlu mempertimbangkan focus span orang yang pendek sehingga idealnya, seorang pembicara harus bisa menyesuaikan kecepatan berdasarkan konten dan respons audiens.
Articulation (Artikulasi)
Artikulasi mengacu pada kejelasan dalam pengucapan kata-kata. Yang dimaksud artikulasi yang baik adalah ketika etiap suku kata dan kata terdengar jelas oleh audiens. Ini bisa diperoleh dengan latiha seperti latihan otot-otot wajah dan mulut agar dapat membentuk suara yang jelas dan dapat dimengerti.
Pitch (Nada Suara)
Mengacu pada tinggi rendahnya suara yang dihasilkan. Variasi pitch penting bagi pembicara untuk menghindari suara yang monoton dan membosankan. Kita sebaiknya menggunakan berbagai tingkatan nada untuk menekankan poin penting dan supaya poin itu mudah diingat oleh audiens.
Tips pentingnya adalah jika kita seseorang dengan jenis suara nyaring atau cempreng (saya termasuk salah satunya), kita bisa berbicara menggunakan nada bawah
Accentuation and Volume (Penekanan dan Volume)
Penekanan merujuk pada cara kita memberi penekanan pada kata atau frasa tertentu, sementara volume adalah keras lembutnya suara. Keduanya digunakan untuk memberikan emphasis pada bagian-bagian penting dari pesan yang disampaikan.
Oh iya, sebagai seorang pembicara, tentunya kita harus menggunakan volume suara yang tidak terlalu rendah. Buat seseorang dengan suara yang halus, kamu bisa berbicara tidak menggunakan dari mulut tapi dari diapragma. Teknik ini juga bisa membuat kita tidak mudah cape karena harus terus berbicara.
Intonation (Intonasi)
Intonasi adalah ola naik turunnya suara dalam berbicara. Intonasi yang tepat dapat menyampaikan emosi, maksud, dan konteks dari pesan yang disampaikan. Ini juga membantu membuat presentasi lebih menarik dan ekspresif.
Pronunciation (Pengucapan)
Cara mengucapkan kata-kata dengan benar sesuai standar bahasa yang digunakan. Pengucapan yang tepat penting untuk memastikan pesan dapat dipahami dengan baik dan meningkatkan kredibilitas pembicara. Jika misal kita harus menggunakan bahasa asing, usahakan pengucapan kita benar sehingga maksud yang ingin kita sampaikan dapat diterima.
Pause (Jeda)
Momen diam atau berhenti sejenak dalam berbicara. Jeda ini dapat digunakan untuk memberikan penekanan, memberi waktu audiens mencerna informasi, atau menciptakan efek dramatis tertentu. Misal ketika moment pengumuman pemenang.
Storytelling
Orang suka dengan storytelling maka sebisa mungkin ketika kita menyampaikan tidak terlalu kaku. Jika kita membaca script misalnya, tidak mengapa jika kita merubah susunan kata agar terdengar tidak seperti robot . Yang terpenting adalah tidak mengubah pesan yang akan disampaikan.
Selain itu coba catch audience’s attention atau menarik perhatian audiens. Ini terjadi misal ketika audiens kita berbeda generasi. Sampaikan hal yang relate dengan mereka dan jaga dari awal acara serta harus di maintain sampai akhir. Karena ketika mereka sudah tidak fokus dan memperhatikan kita, akan susah menarik mereka kembali.
Sebagai latihan, kita bisa mulai dengan memperkirakan durasi ketika kita berbicara dan menyiapkan poin-poin apa saja yang akan kita bahas.
Hal terpenting lainnya yang disampaikan Ms. Rahma Alia adalah berinteraksi dengan audiens, karena itu poin dari komunikasi! Catat yaa ini.
Dress to Impress
Ketika jadi pembicara, tentunya kita harus memperhatikan kerapihan dan juga apa yang akan kita kenakan. Sarana Ms. Aulia adalah coba mencari tau apa dress code nya dan memilih outfit yang satu level di atas audiens.
Tentunya tidak sangat mencolok, seperti misal memilih baju dengan warna hijau neon atau dengan motif aneh atau padanan warna yang kurang sesuai.
Kalau belum terbayang, kamu perhatikan saja misal di acara award, bagaimana cara berpakaian MC atau aktris atau aktor yang membacakan list pemenang.
“Yang terpenting adalah tetap jadi diri sendiri dan jangan jadi orang lain karena pasti berat banget,” begitu yang disampaikan Ms. Rahma Alia.
Bagaimana dengan Filler Words?
Tau dong filler words?
Filler words bisa seperti hmmm, ahhhh, atau bisa juga berbentuk kata yang sering kita ucapkan tanpa kita sadari. Misalnya, saya menyadari sering menyebabkan kata “itu”.
Filler words bisa terjadi di luar kesadaran kita, bisa karena dampak dari kita yang tidak pede atau karena kalimat yang akan kita sampaikan terlalu panjang.
Cara untuk menyadarinya adalah bisa dengan cara merekam ketika kita berbicara lalu mengevaluasinya.
Selain itu, usahakan be mindful ketika berbicara. Jangan berbicara terlalu cepat dan usahakan kalimatnya tidak terlalu panjang, supaya filler words bisa teratasi.
Kita juga bisa latihan menyambung kata supaya bisa menambah vocabulary ketika berbicara.
Siapkah kita berlatih?
Public speaking merupakan kemampuan yang bisa diasah. Kuncinya adalah dengan meningkatkan jam terbang kita.
Kita disini bukan hanya dituntut untuk menguasai diri kita, menguasai apa yang akan kita sampaikan, tetapi juga harus punya kemampuan superpower buat membaca audiens.
Teori tanpa praktek juga nggak akan bisa bantu banyak memperbaiki kemampuan public speaking kita yang seadanya.
Jadi, kalau seandainya kita menganggap kemampuan ini penting, yuk mari kita berlatih. Khusus poin ini selain ajakan buat kamu yang baca artikel, juga buat saya supaya bisa mengatasi ketakutan yang tidak nyata .
Expecto Patronum!
Sampai ketemu di tulisan lain!
Stay happy,
XOXO


You May Also Like

Jalan Pilihan, Rekap Tanos Walking Challenge
September 17, 2020
Keahlian yang Dimiliki dan Dibutuhkan, Self Discovery Day 14
Oktober 14, 2020