London, St Paul Church
Jurnal

Memori Bersama Magnolia-Kenangan Saat Sekolah

Memori bersama Magnolia

I hate school … Sedikit kenangan yang nyangkut di kepala kecuali memori bersama Magnolia.

Masa sekolah SMP dan SMA bukanlah masa yang menyenangkan buat aku. Awalnya dari bullying yang dilakukan oleh keluarga Mama. Padahal tidak satu sekolah dengan sahabat saja sudah cukup sulit buat aku.

 

Sekolah Harapan Keluarga

Sekolah yang aku benci terutama SMA.

Bahkan dari awal pengukuran seragam pun mereka salah mengukur. Bukan size, melainkan jenis kelamin. Jadi orang yang mengukur mengira aku anak laki-laki, hanya karena flat chest. 

Pindah sekolah ya bisa-bisa aja. Kakek mengijinkan pindah sekolah, tapi dengan syarat harus sekolah Katolik. Ada alasan di balik ini, selain karena lebih disiplin juga karena mayoritas keluarga kakek beragama Katolik.

Kenapa harus kakek yang memutuskan?

Sejarahnya berawal dari Mama yang bisa dibilang golden child menikah di usia muda, jadi big expenses di luar rencana biasanya Papanya yang taking over.

Pada akhirnya rencana pindah itu gagal karena bokap aku nggak setuju. Akhirnya meneruskan di sekolah itu dengan konsekuensi kata-kata yang tidak menyenangkan dari keluarga Mama. 

Ini bukan masalah nilai Ujian Akhir yang jeblok. Nilai aku bisa dibilang bagus tapi ya memang bukan di sekolah harapan keluarga.

Preppy "Church" Girl

Seharusnya aku bersikeras saja pindah sekolah meskipun ke sekolah Katolik, karena beberapa teman-teman di sekolah yang ini meledeki aku dengan sebutan “anak gereja”. Alasannya sederhana karena aku berpakaian terlalu preppy ketika ada acara outing di kelas 1. 

Aku sendiri menganggap biasa saja. Tidak pernah ada yang melontarkan julukan seperti ini sebelumnya. 

Ada juga yang bilang kalau ini mengapa kita harus memilih baju sendiri. 

Oh Hey Renov, a 13-14ish years old is a grown up!

No, it’s not! It’s teenager btw! 

Lagipula ada yang salah jika baju masih dipilih dan disiapkan oleh Mama?

Dan kalau kamu punya ADHD seperti aku, kamu pasti merasakan bahwa memilih baju saja bisa menciptakan drama besar karena ketidakmampuan untuk memutuskan. 

Sederetan rule yang ditulis oleh Bokap dan ditempel di lemari baju hanya menuliskan tentang step by step mengambil dan menyimpan baju.

Ok, cukup cerita milih baju sampai disini sebelum keluar topik terlalu jauh.

 

Mukamu itu loh ... kurang estetik!

Selain penampilan yang berbeda, juga cara berpikir termasuk cara menangkap dan menyelesaikan soal-soal pelajaran. 

Belum lagi ditambah dengan focus span yang sulit diduga. Untuk mata pelajaran yang menarik, aku bisa terus terusan belajar. Namun, memulai saja sulit untuk mata pelajaran yang kurang disukai.

Di kelas, aku bisa jadi yang paling ribut atau yang paling diam, hiperaktif atau inattentive.

Ekstrakurikuler juga mengambil beberapa termasuk diantaranya Paskibra. Sebenarnya ingin masuk cheerleader karena badan sedikit lebih tinggi di atas rata-rata. Dengan harapan, bisa menambah tinggi lagi dengan gerakan melompat. 

Sayang menjadi cheerleader nggak kesampaian. Setelah lama menimbang, akhirnya pelatih memutuskan untuk menolak aplikasi aku. Alasannya …

Mukamu itu loh … kurang representatif alias kurang estetik

Yah, kira-kira kalimat itu yang dilontarkannya.

Hmmmmm… baiklah.

Not Bad but Not Good

Salah satu imbas dari mental block adalah menurunnya performa dalam hal ini performa belajar. 

Oh ini bukan karena penolakan si pelatih Cheerleader, tapi memang masuk gerbang sekolah ini saja sudah berat.

Soal performa belajar, sedikit gambaran saja kalau aku dan adikku dibesarkan oleh chill parent. Jadi tidak ada tuntutan ranking, nilai ujian dan sebagainya. 

Aku bahkan pernah nangis karena nilai ulangan jelek, dan Mama hanya bertanya kenapa harus nangis dan menasihati untuk belajar ke depannya. 

Jadi beban dalam kasus menurun performa belajar ini lebih kepada kesulitan yang dirasakan sendiri ketika tidak mengerti mata pelajaran.

Apalagi ketika penjurusan di kelas 2 dan tidak boleh memilih IPS karena nilai mata pelajaran IPS yang lebih kurang meyakinkan lagi dibandingkan IPA. 

Padahal IPA juga nggak paham paham amat. 

Bisa dibilang not bad but not good.

Solusinya adalah mengambil bimbel dan kebetulan ada teman sekelas juga yang mau. Akhirnya naik kelas 2, kita memutuskan untuk les di Ganesha Operation. Alasannya karena Tutor Matematika nya the best dan kebetulan juga jadi tutor favorit si temanku ini waktu dia SMP.

Memori bersama Magnolia

Tidak ada ekspektasi apa-apa awalnya, hanya teman les bareng saja. Apalagi kami berbeda kelas tapi yang di luar dugaan adalah kami satu frekuensi meski memiliki kepribadian yang berbeda.

Pergi ke sekolah bukan kegiatan yang ditunggu tapi kegiatan pergi les yang selalu punya banyak cerita. 

Di tempat les, kadang kami tidak hanya masuk satu kelas untuk mata pelajaran yang sama tapi juga kadang dua sampai tiga kali jika dirasa masih belum mengerti. 

Jika kamu menganggap kami nerd, kamu salah.

Seperti layaknya teenager, kami juga ngumpulin crush yang tersebar di berbagai sekolah dan di mall. Flirting sama manager McD yang masih muda banget dan kiyowo sampai memori aku sama si anak SMP kelas 3 yang nggak bisa lupa.

Nggak hanya masa-masa neriakin crush aja, tapi juga ini masa-masa kami saling menguatkan. Agenda main ke Gramedia bukan lagi buat baca Manga tapi buku-buku self-help karena bukan saja kami sedang dalam di masa perubahan hormon tapi juga sedang ada di dalam badai kehidupan.

Di masa itu, aku hanya punya sedikit alasan untuk bertahan hidup, salah satu diantaranya adalah karena dia. 

Kami bisa bebas bercerita tentang apa saja dari A sampai Z tanpa takut dihakimi. Kami shopping bareng. Kami belajar dan mengerjakan tugas juga bareng. Dia yang pintar banget di matpel Fisika sering bantu mengerjakan tugas dengan syarat hanya minta ditemani bergadang. 

Bagiku dia adalah soulmate dan ketika kami terpisah karena diterima di UN berbeda, aku tahu bahwa there’s a season for everything including friendship.

I flew to London

Jika dekat dengan sahabatku ini, maka aroma yang tercium adalah wangi Magnolia. Produk favorit yang dipakainya adalah seri Magnolia Marks & Spencer (M&S).

Bertahun-tahun sesudah tidak lagi bersamanya, tanpa disadari aku sering berusaha mencari aroma yang sama, aroma Magnolia. 

Sebuah study menyebutkan bahwa aroma sangat kuat hubungannya dengan pencitraan mental. Bau yang kita asosiasikan dengan pengalaman tertentu dapat membantu kita “melihat” ingatan itu dalam pikiran kita. 

Indera penciuman juga dapat memperkuat ingatan dan memungkinkan kita mengingat pengalaman dengan lebih rinci. Aroma tertentu dapat membuat ingatan menjadi lebih hidup dan detail. Jadi ibaratnya seperti memutar ulang kembali film dalam ingatan.

Mungkin karena sahabatku ini adalah guardian angel pertama yang aku kenal, yang menyelamatkan hidup aku, maka di saat kehidupan dan problematikanya kurang bersahabat, aku mulai mencarinya.

Semenjak di Jerman, hal ini menjadi lebih sulit lagi karena produk M&S yang dijual disini tidak ada body care. Kalau kamu mengecek ke website mereka di Inggris pun, tidak menyediakan layanan pengiriman untuk body care ke EU. 

Sementara seringnya hidup tidak berjalan seperti yang kita inginkan dan terkadang ada masa di mana terlalu takut untuk mati tetapi terlalu sedih untuk hidup.

London, St Paul Church

Lebaran hari kedua tahun ini aku liburan ke London selama 10 hari dan satu-satunya yang aku ingat untuk aku bawa pulang adalah produk Magnolia M&S.

Sayangnya di outlet yang aku kunjungi produk ini kurang lengkap, jadi yang ada hanya Talcum powder dan deodorant. Hanya saja wangi deodorantnya berbeda dengan yang ada di ingatan. 

Walau begitu, aku sudah bahagia karena talc nya bisa dijadikan ketika latihan bernafas baik itu ketika baik-baik saja dan first aid ketika kondisi tidak menentu.

Yang lucu adalah komunikasi terakhir aku dengan sahabatku ini kira-kira beberapa tahun yang lalu dan di hari aku pulang ke Jerman dari London, dia mengirimkan text.

Terlepas dari perubahan dan jarak, ingatan akan selalu mempertemukan kita dengan orang-orang yang berarti dalam hidup kita.

Disini aku baru menyadari bahwa sahabatku juga merasakan hal yang sama tentang persahabatan yang pernah kami rajut. Memang benar, jika setiap hubungan harus mutual sehingga bisa saling melengkapi. 

Pesan dari sahabat lama ini membuatku merasa bahwa “Memori bersama Magnolia” adalah seperti pelukan yang menyembuhkan luka sekaligus pengingat bahwa kenangan bersama adalah harta yang tak ternilai.

Sudahkah kamu menyapa sahabat masa sekolahmu lagi?

 

XOXO

 

Referensi

– Schwartz-Mette, R. A., Shankman, J., Dueweke, A. R., Borowski, S., & Rose, A. J. (2020). Relations of friendship experiences with depressive symptoms and loneliness in childhood and adolescence: A meta-analytic review. Psychological Bulletin146(8), 664.

– Kostka, J. K., & Bitzenhofer, S. H. (2022). How the sense of smell influences cognition throughout life. Neuroforum28(3), 177-185

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *