Hati-Hati Membeli Properti Syariah!Pengalaman Buruk Pribadi.
Beberapa tahun terakhir bisnis properti syariah menjamur dimana-mana. Target market mereka adalah mereka yang sedang hijrah dan ingin mempunyai rumah dengan sistem syariah, atau ingin tinggal di lingkungan yang lebih islami.
Saya pun termasuk salah seorang yang melirik properti syariah dan artikel ini saya tulis berdasarkan pengalaman pribadi.
Semoga dapat diambil manfaatnya.
Nama pengembang dan identitas lain akan saya samarkan dulu karena permasalahan ini belum menemukan titik terang sampai dengan sekarang.
Saya juga akan menuliskan tips membeli properti syariah yang bisa jadi pertimbangan ketika memutuskan akan membeli.
Pengalaman Membeli Properti Syariah
Di pertengahan tahun 2017 saya tertarik dengan iklan salah satu pengembang properti syariah yang berlokasi di daerah Padalarang. Lokasi disebutkan di websitenya terletak di belakang Kota Baru Parahyangan. Namanya pun bahkan mirip dengan komplek besar ini, namun pada akhirnya pihak pengembang menggantinya terkait dengan hak nama.
Di dalam website mereka, disebutkan bahwa mereka membangun di beberapa tempat lain seperti di Bogor, Bekasi dan Soreang kalau tidak salah. Selain berbentuk kompleks, mereka juga memiliki proyek apartemen syariah juga.
Kami tertarik dengan properti ini karena akses ke pintu tol yang tidak begitu jauh, selain itu karena dua adik saya ada yang bersekolah di daerah Padalarang, sehingga kami berpikir nantinya bisa dihuni oleh Ayah saya dan keluarganya. Itulah harapan saya pada waktu itu.
Siapa yang mengira kalau harapan itu harus kandas.
Gathering Penjualan
Untuk melakukan pemesanan, para calon pembeli mengikuti gathering yang pada saat itu diadakan di daerah Cimahi. Setiap peserta gathering harus membeli yang mereka namakan dengan tiket senilai Rp 150 ribu, berlaku untuk dua orang.
Di developer lain, biasanya calon pembeli yang diundang tidak harus membayar apapun. Namun gathering yang mereka lakukan ini, seakan para calon pembeli yang membiayai biaya operasional seperti penyewaan gedung.
Namun kami menyetujuinya, dan adik saya pun hadir bersama dengan saudara. Di gathering, mereka menginformasikan rencana pembangunan komplek sampai 20 ha ke depannya, kemudian fasilitas yang akan mereka bangun seperti Rumah Tahfidz, Rumah Sakit, Arena Memanah sampai Tempat Berkuda.
Mereka juga menginformasikan bahwa perijinan sedang diurus, dan mereka ingin mengurus sesuai dengan syariat islam yang artinya mereka tidak akan melakukan hal di bawah tangan dan sebagainya.
Selesai mereka presentasi, lalu sesi shalat dzuhur dan makan siang. Setelah itu adik saya harus menunggu sekitar 3-4 jam sampai dipanggil ke meja pemesanan dengan marketing.
Saat itu kami memutuskan membeli kavling seluas 111 m2 dengan cara pembayaran tunai dibayar tiga kali. Kami juga membayar uang down payment sebesar Rp 2 juta rupiah.
Pembayaran pertama, kami lakukan dua minggu setelah tanda tangan Akad Pemesanan Kavling dan pembayaran kedua dan ketiga, kami lakukan bulan berikutnya.
Di dalam perjanjian akad pemesanan tercantum bahwa developer harus menyelesaikan pembangunan dalam kurun waktu dua tahun.
Kavling Berikutnya
Awal tahun 2018 kami membeli kembali kavling kedua dan ketiga sebesar 180 m2 dengan harga jual yang sudah lebih tinggi dibandingkan saat gathering. Cara pembayaran masih sama, diangsur selama tiga kali.
Di pembayaran yang kedua kami tidak kunjung menerima kwitansi, dan permintaan kami pun mereka indahkan. Perlu saya jelaskan disini bahwa selama hampir satu tahun itu, tidak pernah ada komunikasi developer kepada konsumen baik itu melalui e-mail ataupun pesan.
Sampai akhirnya kami mengancam untuk tidak membayarkan cicilan yang terakhir agar mereka mengirimkan kwitansi. Baru saat itu mereka turuti dan itu pun menunggu cukup lama.
Akhirnya kami menerima kwitansi kwitansi namun kami tidak melakukan pembayaran ketiga karena sudah ada tanda-tanda mencurigakan dari pihak pengembang.
Tanda-Tanda Mencurigakan
Saat kami menerima kwitansi dari mereka itu sudah hampir satu tahun dari pelaksanaan gathering. Pihak pengembang sulit sekali jika dihubungi, dan jika diminta keterangan lewat pesan, mereka akan menjawab sedang mengurus perijinan.
Dari akhir 2018 sampai pertengahan 2019, kami meminta Ayah untuk datang langsung ke Desa dan Kelurahan untuk menanyakan proses perijinan mereka. Disitu kami mengetahui bahwa mereka masih mengurus syarat-syarat perijinan perusahaan dan belum sampai syarat pengurusan pembuatan sebuah komplek pemukiman.
Mereka juga sudah lama terhenti melakukan pembayaran kepada pemilik tanah dan kinerja mereka juga sangat lambat untuk memfollow up hasil pertemuan. Setidaknya itulah yang kami dengar dari pihak Desa dan juga dari sebagian warga.
Kami mulai merasakan kalau pengembang memang tidak ada itikad baik untuk menyelesaikan kewajibannya. 100% marketing mereka yang kami hubungi menyatakan mereka sudah tidak bekerja lagi di sana.
Ketika saya pulang ke Indonesia bulan Januari 2019, lahan pembangunan kurang lebih masih sama seperti ketika adik saya melakukan survey di tahun 2017 dan plang perusahaan di rumah kontrakan yang mereka sewa untuk kantor pun sudah tidak ada.
Beberapa bulan sesudah itu, Ayah saya mendatangi kantor pemasaran dan tidak ada seorang pun di sana. Bahkan dari tetangga diketahui bahwa sewa mereka akan habis dan mereka tidak akan melanjutkan kontrak.
Tidak berbeda dengan kantor pemasaran dan operasional di Bandung, kantor pusat pengembang di Bogor pun juga pindah. Tanpa ada pemberitahuan kepada konsumen.
Pemimpin proyek juga sulit dimintai keterangan dan jika ada keterangan yang keluar pun, tidak dapat dijamin kebenarannya.
Drama Dimulai
Saat sudah mendekati batas waktu dua tahun seperti yang tercantum di akad, bulan Juli 2019 pihak pengembang di Bandung mengumpulkan semua konsumen dalam grup Whatsapp.
Mereka menginformasikan bahwa operasional akan berpindah manajemen, ke manajemen yang baru. Kami yang kebingungan pun aktif bertanya, yang menyebabkan kami ditendang dari grup Whatsapp.
Saya tidak percaya bisa-bisanya pengembang tidak melayani pertanyaan dari konsumen dan malah mendepak keluar dari grup. Padahal kami sopan dan tidak marah-marah dalam mengajukan pertanyaan.
Apalagi dengan kenyataan bahwa tidak ada surat pernyataan dari mereka mengenai peralihan ini, dan tiba-tiba dengan mudahnya mereka mengalihkan tanggung jawab.
Para konsumen akhirnya diberikan pilihan untuk refund (pengembalian) atau melanjutkan dengan manajemen properti syariah yang baru, yang sebenarnya adalah perusahaan yang didirikan oleh pimpinan proyek yang lama.
Setelah peralihan itu, konsumen meminta adanya progress dari manajemen dan di dua tiga bulan itu si pimpro properti syariah tampak melakukan sesuatu dan melaporkan perkembangan.
Kami pun menimbang dan awal November 2019 akhirnya memutuskan untuk refund. Kami bersama beberapa konsumen lainnya termasuk ke dalam grup refund gelombang kedua, dan dijanjikan pengembalian selama tiga bulan dengan menandatangani surat refund atau pengembalian.
Pengembalian yang sudah dijadwalkan di bulan Desember tidak pernah terjadi dan di bulan Januari drama lain muncul.
Pihak pengembang utama properti syariah pun kembali mengadakan gathering untuk klarifikasi di Hotel Aston Pasteur Bandung. Tentu saja peserta yang mau ikut harus membayar.
Di sana Pemilik perusahaan datang dengan ditemani dengan kuasa hukum dan guru besar (Ustadnya). Dia dengan santainya menginformasikan bahwa mereka tidak bisa mengelola dana dengan baik dan tidak bisa memberikan uang konsumen yang sudah masuk kira kira sebesar 12 Miliar.
Mereka bilang sebagian sudah berbentuk tanah yang tidak seberapa besar, dan ada yang dipakai biaya operasional. Sisanya mereka hanya meminta maaf.
Ironisnya saat itu, pemilik perusahaan masih gencar mengadakan workshop tentang bisnis properti syariah dan training pelatihan terkait yang sama. Sungguh berbeda dengan kenyataan bahwa dia tidak mampu mengelola bisnis properti.
Bukan hanya di Bandung, di daerah lain pun tidak dilanjutkan kembali pembangunannya.
Drama Baru
Saat mengetahui manajemen baru tidak memenuhi janji, saya sudah berniat akan menyewa pengacara yang sebelumnya sudah mau saya lakukan saat pergantian manajemen.
Seharusnya memang saya lakukan saja di bulan Agustu 2019 itu, dan bukannya menunggu perkembangan. Namun karena saya memang ada rencana pulang ke Indonesia akhir tahun 2019, akhirnya saya menundanya.
Drama baru muncul ketika di bulan November 2019 manajemen baru mulai membuat kerjasama dengan perwakilan konsumen untuk menyelesaikan proyek. Mereka mengadakan pertemuan, dan pada akhirnya kami sebagai konsumen menyetujuinya karena tidak melihat ada alternatif lain.
Sebagai tanda support kembali kami diminta mengirimkan surat pernyataan dan bantuan uang operasional sebesar Rp 2.500.000 per konsumen.
Beberapa bulan setelah itu, konsumen diminta meneruskan cicilan dan bahkan yang sudah lunas diminta untuk membayarkan biaya notaris dan pajak di awal.
Ada beberapa konsumen yang melanjutkan cicilan, namun kami tidak melanjutkannya karena update progress pun hanya diberikan di awal awal saja. Belum lagi terpotong dengan corona, menjadikan alasan yang dikemukakan menjadi dimaklumi.
Drama Lagi
Uang operasional dan cicilan yang dibayarkan konsumen tidak bisa dibilang memberikan progress yang signifikan . Mereka masih berkutat di ijin perusahan dan kini ternyata proses peralihan antara manajemen lama dengan manajemen baru belum selesai.
Untuk proses peralihan karena akan dibantu oleh pengacara yang hendak melakukan review berkas dan perjanjian, kembali mereka meminta konsumen untuk membantu sampai terkumpul dana 20 juta. Mereka berjanji akan mengembalikan dana ketika properti syariah ini sudah ada yang terjual.
Setelah dana terkumpul di awal bulan November 2020, mereka memilih pengacara mereka, yang bahkan di awal tidak melakukan review untuk berkas perjanjian.
Berkas itu direview oleh konsumen dan pengacara mereka hanya menyusun draft final. Konsumen melakukan review karena pasal pasal di dalamnya sangat memberatkan konsumen, dan bahkan ada pasal dimana kami harus membayar kerugian tertentu kepada pihak manajemen jika ada pasal yang kami langgar. Sungguh keterlaluan.
Sekarang setelah semua itu, kembali mereka tidak bisa memberikan informasi yang akurat.
Kesimpulan
Hati-hati jika kalian hendak membeli properti syariah. Banyak penipuan perumahan syariah yang marak terjadi.
– Pastikan jika pengembang mempunyai kredibilitas tinggi dan bukan pengembang baru yang belum berpengalaman. Jika pengembang baru, kemungkinan mereka masih berkutat di perijinan perusahaan mereka.
– Pastikan track record pengembang.
– Sebisa mungkin membeli rumah di komplek yang sudah ada pembangunannya dan bukan dari scratch.
– Pastikan tanahnya bukan tanah sengketa, dengan bertanya langsung ke Desa atau Kelurahan.
– Pastikan sesuai dengan kaidah jual beli islam dan sesuai syariat agama.
– Ikuti kata hatimu. Banyak Istikharah sebelum memutuskan membeli.
– Jangan melibatkan emosi ketika berinvestasi. Ketika kita bahagia dan suka dengan apa yang kita lihat, pikirkan kembali.
Sekarang ini kami sudah di tahap mencoba ikhlas, walau dana yang keluar, besar nilainya buat kami. Impian pun gagal sudah.
Tidak dapat dipungkiri, kami masih berharap mereka bisa mengembalikan dana yang sudah masuk, dan berharap Allah memberikan ampunan atas dosa dosa kami dan memberikan rejeki yang jauh lebih besar dan lebih diridhoi dari ini.
Apakah kalian mempunyai pengalaman tertipu properti syariah? Tuliskan di kolom komentar ya.
Please bantu share artikel ini juga supaya masyarakat tidak lagi tertipu dengan oknum oknum yang tidak bertanggungjawab, karena ini sudah termasuk penipuan berkedok agama.
Stay safe … xoxo