Tentunya semua orang tahu dan mengenal bahan bakar dengan baik. Apalagi setelah pemerintah mengeluarkan kebijakan kredit kendaraan dalam satu dekade terakhir, semakin meningkatkan jumlah pemilik dan pengguna kendaraan beroda dua dan beroda empat.
Dulu nih ya, kira-kira satu dekade yang lalu, hanya “yang punya uang” bisa mempunyai kendaraan bermotor karena tidak ada sistem kredit alias harus bayar cash. Kalau sekarang, siapa pun yang mempunyai penghasilan bisa mengajukan kredit ini.
Saya nggak tahu, apakah tingginya angka kendaraan bermotor yang berarti sejalan dengan tingginya angka kebutuhan bahan bakar, yang menjadikan Indonesia sekarang menjadi net importer dalam topik satu ini.
Jadi net importer itu adalah ketika negara lebih banyak mengimpor daripada mengekspor.
Kita tahu dong kalau Indonesia dulu adalah salah satu pengekspor minyak besar. Tapi, namanya sumber daya yang tidak dapat diperbaharui, lama kelamaan jumlahnya akan menipis juga.
Kita terus menerus mengambil energi dari bumi ini, seakan dunia tempat tinggal adalah “fasilitas” selama kita hidup di dunia.
Jarang terpikirkan kalau bukan hanya spesies yang bernama Homo Sapiens yang hidup di sini, ada flora serta fauna yang terkena dampaknya ketika kita dengan tamaknya terus mengambil dan terus mengambil.
Karenanya, bahan bakar nabati /BBN (biofuel) ini menjadi terobosan yang ramah lingkungan.
Yeay, akhirnya kita tidak hanya mengambil tapi juga memberikan energi kepada bumi.
Bagaimana dengan perkembangan BBN sendiri di Indonesia? Benarkah pada prakteknya, ini benar-benar ramah lingkungan?
Yuk kita cari tahu lebih dalam.
16 Komentar
Moch. Ferry Dwi Cahyono
Bahan bakar alternatif sepertinya harus diteliti dan dimanfaatkan keberadaannya buat masa depan
Wiwid Vidiannarti
Aku baru tau loh kak kalo minyak jelantah itu bisa didaur ulang dan dimanfaatkan lagi.
Lumayan juga ya daripada jadi limbah yang gak bermanfaat.
Indri Ariadna
BBN ini Indonesia ketinggalan dengan negara lain tidak sih hehe…keren mba artikelnya tentang BBN ini, membuka mata saya yang belum pernah tahu tentang bahan bakar nabari ini.
Laily Octavia
Beberapa cara udah mulai digerakkan juga ya kak untuk bbn ini. Salah satunya program sedekah minyak jelantah. Namun sayang masih belum menyeluruh, hanya ada di beberapa daerah saja.
Nanik Nara
Lama banget ya durasinya, mulai diinisiasi tahun 2006 dan baru bisa diluncurkan ke konsumen awal 2020.
Setelah membaca ini, saya jadi berniat ke SPBU besok, pengen mengamati apakah sudah ada biodiesel di SPBU langganan saya. Biasanya ke SPBU langsung ke bagian pertamax buat sepeda motor, nggak nengok antrian bagian mobil
Susindra
Biofuel memang lebih baik daripada bahan bakar lainnya. Lebih sehat dan yang jelas bisa diciptakan sehingga bisa selalu ada. Tapi memang, harus berbagi dengan pangan manusia sehingga harus balance.
Tapi tetap saja bagus dan ayok kita balik ke alam lagi
Ririn Wandes Melalak Cantik
Makin keren aja inovasinya ya,bisa menggunakan bahan bakar nabati (biofuel yang ramah lingkungan tentu akan menjadikan ini digunakan terus di masa depan. Kayaknya perlu baca-baca juga referensinya nih biar nambah insight di masa depan..
Supadilah
Kita sudah di B30 ya Kak? Mudah-mudahan terealisasi. Meskipun banyak tantangannya. Kita punya banyak bahan bakar fosil yang lebih murah. Eh memang sih lebih murah. Tapi lebih merusak juga.
Devi
Dinamika kelapa sawit yang memiliki pro dan kontra sudah lama disadari. Hanya kebijakan pemerintah yang dapat mengurangi dampak negatif dari pembukaan lahan sawit yang tidak ramah lingkungan. Selain itu masyarakat perlu diedukasi terkait dampak negatif dari pemanfaatan sumber energi yang ramah atau kurang ramah lingkungan.
Amir
Semoga kedepan Indonesia bisa menciptakan biofuel B100. Yang artinya penggunaan bahan bakar fosil yang tidak bisa diperbarui dan terus habis. Namun dengan catatan, tidak disertai perluasan lahan dengan cara yang tidak benar seperti pembakaran yang merugikan manusia dan alam.
Mutia Ramadhani
BBN masih jadi polemik di Indonesia ya. Alasannya klasik, kalo BBN, pasti sawit jadi prioritas. Sayangnya sawit memiliki banyak isu lingkungan. Pemerintah juga belum bisa memberikan harga yang layak untuk sawit ketika diolah lanjut menjadi BBN. Jaminan pasarnya belum ada.
Minyak jelantah pun volumenya kalo untuk massal masih belum mencukupi. Jadi ya kita masih terombang ambing nih. Terlepas dari itu yang namanya masa depan pasti semua berorientasi ramah lingkungan. Gak ada yang gak mungkin kalo diseriusi dan win win solution untuk semua pihak.
Nur+Asiyah
Sejak kecil saya sering mendengar jika Jarak bisa dijadikan bahan bakar, tetapi tidak tahu detail bagaimana hal tersebut diproses dan menjadi bahan bakar seperti yang kita inginkan. Sepertinya mengandalkan kelapa sawit memang bukan solusi optimal, semoga tumbuhan lain seperti bunga matahari, kelapa, dll bisa berkembang bagus dan diandalkan di negeri tercinta.
Diska widya
Wah keren ya kak. Tapi kalo a
Kehabisan bahan bakar gimana ya isi ulang kan bahan bakar nabati. Pasti susah dihasilkan
Richa
Wow, keren bangeeet, bahan bakar busnya dari bahan nabati. Baru dengar lho saya
Wahid
BBN memang sudah mulai digencarkan ya termasuk pembuatan panel surya sebagai EBT. Saya sangat setuju banyak peneliti yang terus mengembangkan EBT dan BBN ini karena bonus demografi dan kekayaan alam Indonesia yang melimpah.
Rizky Kurnia Rahman
Saya setuju memang dengan bahan bakar nabati. Sebab, kalau bukan sekarang, kapan lagi? Kalau bukan kita, siapa lagi? Betul kan?