Transisi Energi, Ketika Ekonomi Bahan Bakar Fosil Telah Mencapai Batasnya
Transisi Energi. Mendekati akhir tahun 2022, kita kembali berkaca tentang hal-hal apa saja yang bisa kita pelajari di tahun ini. Salah satunya dari peristiwa besar di awal tahun yang mempengaruhi dunia sampai sekarang ini.
Setelah kita mulai perlahan mengatasi pandemi Corona dan dunia mulai memasuki “New Normal”, perlahan negara-negara mulai mencoba membangun kembali perekonomian mereka. Akan tetapi invasi Rusia ke Ukraina memberikan dampak besar secara global terutama terhadap ketersediaan pasar energi global, yang menyadarkan kita bahwa ketergantungan kita kepada bahan bakar fosil masih sangat tinggi.
Kenaikan harga bensin di seluruh negara, kenaikan tarif gas di negara-negara Eropa pada akhirnya membawa dampak besar terhadap perekonomian.
Lalu pertanyaannya mampukah kita tanpa bahan bakar fosil?
Jika komisi Eropa Union (EU) kemudian mengeluarkan Rencana REPowerEU yang diharapkan dapat membantu dengan menghemat energi, diversifikasi pasokan energi dan mempercepat penyerapan energi terbarukan untuk menggantikan bahan bakar fosil di rumah, industri dan pembangkit listrik. Lalu bagaimana tindakan pemerintah Indonesia?
Paris Climate Agreement
Jum’at pekan lalu, tepatnya tanggal 17 Oktober 2022, Eco Blogger Squad mengadakan online gathering membahas “Transisi Energi dan Selimut Polusi“ dengan narasumber dari Traction Energy.
Seperti juga pemerintah negara lain, Traction Energy membantu menjelaskan kalau prioritas pemerintah Indonesia sekarang ini adalah transisi energi. Ini juga merupakan bagian dari implementasi yang berkaitan erat dengan komitmen Indonesia dalam kesepakatan iklim Paris pada Desember 2015.
Seperti yang kita tahu bahwa di dalam Kesepakatan Iklim Paris (Paris Climate Agreement), 196 negara sepakat untuk pertama kalinya secara kontraktual menyetujui perlindungan iklim dengan tiga tujuan utama untuk menyelamatkan bumi untuk generasi sekarang dan mendatang.
Tiga tujuan utama dari Kesepakatan Iklim Paris (Paris Climate Agreement), antara lain adalah:
- Meningkatkan upaya negara masing-masing dan mendukung tindakan untuk mengurangi emisi;
- Membangun ketahanan dan mengurangi kerentanan terhadap dampak buruk perubahan iklim;
- Menjunjung tinggi dan memajukan kerjasama regional dan internasional.
Transisi Energi dan Selimut Polusi
Transisi energi merupakan upaya kita mengurangi bahkan melepaskan ketergantungan terhadap bahan bakar fosil yang sudah berlangsung sangat lama, seakan kita seperti “kurang menyadari” bahwa sumber daya alam tidak dapat diperbaharui. Ini diperkuat PBB yang melaporkan bahwa 75% permukaan bumi telah diubah oleh aktivitas manusia untuk mendorong ekonomi global dan laju penipisan sumber daya alam terus meningkat. Kita dapat melihat contohnya seperti penggunaan bahan bakar fosil untuk penggunaan kendaraan pribadi dan pembukaan hutan untuk produksi sumber energi, yang kemudian menyebabkan timbulnya efek gas rumah kaca (GRK).
Asap polutan dari kendaraan, kebakaran hutan berkumpul di udara dan naik menyelimuti atmosfer bumi dan kemudian membentuk yang namanya selimut polutan.
Selimut yang mendekap dan menyelimuti seperti halnya selimut yang kita pakai di saat udara dingin, sifatnya menaikan suhu temperatur. Yang menjadi masalah adalah asap polutan naik ke atas sampai atmosfer bumi tetapi tidak berkurang.
Yang terjadi kemudian adalah perlahan meningkatkan suhu permukaan bumi. Ini yang kemudian kita sebut dengan global warning atau peringatan global bahwa kita harus melakukan sesuatu untuk menyelamatkan bumi.
Kenaikan suhu bumi kemudian menyebabkan terjadinya bencana lingkungan karena keseimbangan alam terganggu. Salah satu contohnya adalah peristiwa banjir bandang di Bogor dan di Bali beberapa waktu yang lalu.
Pertanyaannya bagaimana mungkin membuat ekonomi suatu negara sebagian besar tidak tergantung pada bahan bakar fosil?
Langkah-langkah yang diperlukan tentunya tidak hanya menyangkut sektor kelistrikan, tetapi juga mobilitas, proses industri, pertanian dan sektor bangunan
Berbagai Cara untuk Mencapai Transisi Energi
Setiap negara yang menandatangani Kesepakatan iklim Paris mempunyai pendekatan dan prioritas yang berbeda di seluruh dunia. Jika prioritas di Jerman adalah perihal energi terbarukan, Jepang mempunyai fokus pada produksi dan penggunaan hidrogen. Jepang mempunyai target di tahun 2040, sudah mempunyai pasokan lengkap teknologi hidrogen sebagai pengganti bahan bakar fosil.
Indonesia mempunyai fokus untuk mengganti energi yang paling banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia, yaitu listrik dan bahan bakar kendaraan. Selain membangun pembangkit listrik tenaga air (PLTA) dan PLTMH (Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro), Indonesia juga mulai membangun PLT energi terbarukan seperti PLT angin, mendorong penggunaan panel surya di rumah, penggunaan biofuel serta inovasi biodiesel dari pemanfaatan limbah seperti minyak jelantah.
Namun seperti yang disampaikan Kak Fariz Panghegar, Research Manager dari Traction Energy Asia, pembangunan seperti misalnya PLT energi terbarukan masih menjadi tantangan bagi Indonesia. Misalnya saja untuk membuat PLT angin, lokasi berarti harus di daerah perbukitan tinggi. Namun untuk membangun infrastruktur ini, membutuhkan biaya yang sangat tinggi dan memakan waktu bertahun-tahun karena lokasi daerah potensial yang jauh dari penduduk dan belum didukung dengan infrastruktur yang memadai seperti jalan, jembatan dan grid listrik.
Selain itu jika dilihat dari kualitas pendidikan, kurikulum pendidikan energi terbarukan di perguruan tinggi di Indonesia masih minim sehingga menyebabkan kurangnya ahli energi sehingga masih jarangnya Research and Development.
Negara lain yang mempunyai fokus yang hampir serupa dengan Indonesia adalah India. Populasinya sekarang mencakup lebih dari satu miliar orang, dan tren jumlah penduduknya meningkat. Seiring kemajuan industrialisasi, permintaan energi terus meningkat, itulah sebabnya India berinvestasi di semua jenis pembangkit energi, termasuk energi terbarukan dan membangun berbagai macam pembangkit listrik tenaga nuklir dan batu bara baru.
Selain PLT energi terbarukan, seperti juga negara maju yang sudah mulai melakukan inovasi kendaraan tenaga listrik, Indonesia juga mulai melirik ini. Namun, pada sektor hulu, kendaraan listrik belum sepenuhnya bebas dari emisi GRK.
Beriringan dengan proses membangun PLT energi terbarukan, Indonesia juga mulai menerapkan kebijakan penggunaan Biodiesel untuk kendaraan umum yang sudah mulai berjalan sejak tahun 2018. Dimulai dengan B20, yaitu bahan bakar yang merupakan campuran 20% biodiesel ke dalam 80% bahan bakar solar, sekarang Indonesia mulai uji coba menjalankan program B30 yaitu bahan bakar dengan komposisi 30% kelapa sawit dan 70% bahan bakar solar. Alat transportasi umum seperti kereta sudah mulai dibangun dan diharapkan dapat mengurangi frekuensi penduduk menggunakan kendaraan pribadi.
Indonesia juga sudah mulai memperluas studi dan inovasi pembuatan biodiesel dari minyak jelantah. Menurut studi Sidjabat (2004) menunjukan bahwa spesifikasi biodiesel masih masuk dalam ukuran standar bahan bakar solar, artinya bahan bakar biodiesel hasil pengolahan dari minyak jelantah ini layak digunakan untuk mesin berbahan bakar diesel seperti layaknya bahan bakar solar.
Dengan demikian kita dapat melihat bahwa setiap negara mempunyai desain kebijakan iklim yang berbeda beda, baik untuk mencapai kedaulatan energi negaranya sekaligus dalam usahanya melindungi iklim, serta mengubah ekonomi yang sebelumnya didasarkan pada penggunaak bahan bakar fosil menjadi alternatif netral iklim untuk produksi energi.
Oleh karena itu, kebutuhan saat ini adalah terbuka terhadap teknologi baru, meningkatkan investasi proyek terbarukan, meningkatkan penelitian atau research and development di bidang energi terbarukan serta belajar dari negara lain dalam hal ini sehingga transisi menuju ekonomi global tanpa bahan bakar fosil dapat berhasil bersama-sama.
Maukah kamu juga berperan dalam menyelamatkan bumi?
Stay safe and healthy
xoxo
Seperti dikutip dari website Traction Energy Asia, mereka adalah sebuah organisasi yang berisikan kelompok ahli dan pendukung multidisiplin independen tentang perubahan iklim, kebijakan energi, pengurangan emisi CO2, energi bersih, dan hukum. Mereka memberikan advokasi kepada pemerintah terkait program-program penyelamatan lingkungan yang berkaitan dengan energi.
Traction Energy Asia mempunyai fokus regional di seluruh Asia, sesuai dengan namanya dengan basis di Indonesia. Traction Energy Asia terdaftar dengan nama Indonesia, Transformasi Energi Asia, sebagai yayasan amal (Yayasan) di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia pada Juli 2018.
Online Gathering Eco Blogger Squad dengan Traction Energy Asia, “Transisi Energi dan Selimut Polutan”
Membedah Kebijakan dan Plus Minus Penggunaan Biodiesel di Indonesia, https://coaction.id/membedah-kebijakan-dan-plus-minus-penggunaan-biodiesel-di-indonesia/
Countries Must Transition Away From Fossil Fuels. But How Can We Do That Fairly for All?, https://www.globalcitizen.org/en/content/what-is-a-just-transition/
Prabasena, Binta, INOVASI PENGGUNAAN BIODIESEL DARI MINYAK JELANTAH LIMBAH RESTORAN PADA SHUTTLE BUS ANTAR TERMINAL DI BANDARA SOEKARNO-HATTA, PT. Angkasa Pura II (Persero)
REPowerEU: A plan to rapidly reduce dependence on Russian fossil fuels and fast forward the green transition https://ec.europa.eu/commission/presscorner/detail/en/IP_22_3131